.quickedit{display:none;}

Minggu, 05 Juni 2011

Berbincang dengan Prof Tien R Muchtadi

Tinjauan Penanggulangan Kekuarangan Vitamin A dengan Aplikasi Teknologi SHFE

oleh Ary Kristianto
Ketua Forum Komunikasi Telisik Pangan Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan IPB


Fortifikasi adalah sebuah kemajuan yang dicapai teknologi untuk enrichment gizi manusia. Indonesia memiliki beberapa pengalaman terkait fortifikasi. Dulu, masalah penyakit gondok menyerang penderita yang tinggal di pegunungan karena susah mengakses iodium. Oleh karena itu timbullah ide penyisipan zat iodium untuk mencegah gondok melalui carier garam dapur. Alasanya karena saat itu garam dapur dibutuhkan oleh siapa saja. Kasus lain adalah fortifikasi Fe pada tepung terigu, sasaranny adalah Ibu hamil karena saat itu terigu telah membudaya di Indonesia sehingga kebijakan fortifikasi ini menjadi diprioritaskan oleh pemerintah. Baru-baru ini ada wacana untuk menanggulangi masalah kekurangan vitamin A dengan cara yang masih dicari yang paling tepat. Kapsul yang dulu dianggap solusi terbaik, terpaksa ditarik karena program dari UNICEF sebentar lagi usai sehingga harus dicari alternatif lainnya. Ada beberapa optio yang ditawarkan, pertama adalah mencari carier fortifikasi vitamin A sintetik, mengisolasi betakaroten pada minyak sawit dan menjadkannya produk baru, menambahkan betakaroten pada minyak goreng sehingga berwarna orange sampai membuat produk-produk turunan dari beta karoten minyak sawit.
Banyak jalan menuju roma, komentar dari Prof Tien Muchtadi. Yang terpenting adalah ditemukannya alternatif peenuhan vitamin A yang paling efisien. Meskipun dari beberapa orang yang memilih option fortifkasi vitamin A sintetik pada minyak goreng, menyatakan tingkat retensinya masih 40%, tapi menurut sisi teknologi, beliau menyatakan hal itu tinggal 40% dan 60% lainnya terbuang percuma, beliau menyatakan program fortifikasi tersebut dilandasi niat baik untuk mengurangi masalah kekurangan vitamin A dan didukung studi yang tidak sebentar, namun juga tidak berarti mendukung program tersebut.
Bukan tanpa solusi, Prof Tien dengan bekal pengalaman studi di New York menyatakan banyak hal yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan vitamin A dari Sumber Daya Alam yang ada di Indonesia. Sawit adalah salah satu kekayaan Indonesia yang luar biasa hebat. Beliau menyatakan bayangkan dalam 1 molekul betakaroten terdapat 2 molekul provitam A. Lantas bagaiamana membahasakan potensi ini menjadi sebuah materi atau produk. Pada pengolahan miyak sawit konvesional, minyak sawit yang memiliki rendemen minyak tinggi dengan kandungan betakaroten rendah dicampur dengan rendeman minyak rendah dengan kandungan betakaroten tinggi, Hal ini tentu mengurangi cost. Oleh karena itu ditawarkan solusi untuk pemisahan sawit dengan rendemen minyak rendah betakaroten tinggi untuk diekstrak beta karoten. Potensi betakarorennya sangat besar, bahkan baru-baru ini ditemukan varietas sawit yang mampu menghasilkan betakaroten sebanyak 40000 ppm. Potensi inilah yang diusulkan menjadi produk unggulan. Seafast center telah melakukan berbagai macam riset terkait pengembangan produk ini dan dihasilkan minyak sawit merah, forfita emulsion, dan jenis produk turunan. Potensi inilah yang menjadi alasan Watimpres yang diketuai Fadhilah Supari (Mantan Menteri Kesehatan) menahan keputusan presiden terkait mandatory fortifikasi vitamin A pada minyak goreng. Informasi terkini menyatakan biaya untuk fortifikasi ini akan dilakukan fit and proper test dan apabila dirasa kurang efektif efeknya maka akan dialihkan untuk pengembangan program pengolahan minyak sawit menjadi produk kaya beta karoten.
Bila akan dikomparasikan dengan program fortifikasi vitamin A dari sisi kesiapan kelembagaan, kecepatan jangkauan terhadap masyarakat sasaran, secara kasat mata tidak bisa dilakukan karena berbeda cara pandang. Namun, dari sisi kelayakan dan potensi produk, produk-produk turunan minyak sawit telah merencanakan road map yang siap jalan. Mulai dari sisi produknya, konsep produksinya, penyaluran kepada masyarakat serta kesesuian dengan program pemerintah. Penetrasi kepada masyarakat sasaran akan sinergis dengan adanya program kapsulasi betakaroten secara gratis dan penyisipan produk beta karoten pada carier yang tepat seperti bumu pada mie instan, serta pengemangan produk emulsi sawit untuk anak-anak dengan beragam rasa. Secara scale up, produk-produk turunan minyak sawit layak untuk menjadi pilihan program penanggulangan kekurangan vitamin A bagi penyandang dana dan penentu kebijakan. Hanya saja dukungan dari berbagai pihak harus senantiasa sinergis.
Di akhir wawancara prof tien menyampaikan bebrapa kata untuk generasi peerus bangsa, terus majulah anak muda, bergeraklah dengan pergerakan intelektual dengan saintis base. Berpikirlah untuk masyarakatmu, teruskan estafet ini, isu pangan adalah isu untama dan pertama yang harus selalu dijaga pada relnya. Tabunglah sebanyak mungkin prestasi untuk masa depanmu. Pedulilah dengan sekitarmu, anda adalah perwira di bidang teknologi pangan, sudah kewajiban anda untuk berkontribusi aktif dalam setiap polemik. Beliau juga mengajak seluruh elemen masyarakat termasuk mahasiswa memperjuangkan kemandirian bangsa termasuk dalam pemenuhan vitamin A dari sumber daya alam yang kita punya. Gunakan ilmu dan teknologi untuk mengolah kekayaan negeri ini. Sudah saatnya kita menunjukkan kemandirian bangsa kita.