.quickedit{display:none;}

Selasa, 05 Januari 2010

akademisi muda pangan bicara


Sebuah langkah kecil, tapi begitu memberi arti. Wujud dari kepedulian di tengah keputusasaan dalam membayar mahalnya sebuah harga kepercayaan,,,terutama dalam hal pangan…di kampus kita sendiri..

Awalan yang begitu kunantikan dalam keputusanku bergabung dengan departemen ilmu dan teknologi pangan IPB. Di sini wawasanku terbuka,,tentang tantangan yang menantikanku kelak,,,di kancah perpanganan, fungsi dan seribu permasalahannya.



Aku menyebutnya begitu,,karena sore itu untuk pertama kalinya aku terlibat dalam penyuluhan pangan. Di ruang Lengkeng SEAFAST IPB Sabtu jam 13.00 WIB, yang merupakan tempatku sehari-hari mendapat ilmu kimia pangan . Hari itu sekitar 18 Pedagang makanan dan minuman lingkar kampus memadati ruangan yang berkapasitas 60 orang itu. Nampak mahasiswa tingkat akhir Departemen ITP IPB bersiap memberikan penyuluhan kepada para pedagang.

Penyuluhan berjalan begitu menarik karena pemateri mampu menyampaikan materi yang hampir bisa ditangkap para peserta secara keseluruhan. Namun juga terlihat ada beberapa penggunaan bahasa yang terlalu teoritis sehingga sulit dipahami peserta. Akan tetapi dari keseluruhan materi yang disampaikan, cukup mendapatkan antusias dari peserta. Apalagi ketika materi menyangkut tentang keamanan pangan.

Dari pemateri, saya mendapatkan informasi tentang masalah keamanan pangan baik di dunia maupun di Negara kita sendiri. WHO menyatakan bahwa pada tahun 2000 sebanyak 2.1 juta orang meninggal dunia karena diare yang disebabkan oleh air dan makanan tercemar. Dan miliaran orang tiap tahunnya harus dirawat karena keracunan makanan. Sedangkan di Negara kita, begitu banyak kasus tapi yang terungkap sangat sedikit ibarat gunung es, yang menyembul di permukaan sedikit akan tetapi di bawah air begitu besar. Sedangkan yang terjadi di nusantara tidak kalah mengkhawatirkan. Pada tahun 2008, Badan POM mencatat sebanyak 2491 korban terpapar dan 871 korban sakit akibat makanan tercemar. Masih dalam sumber yang sama, data pada tahun 2006 dan 2007 menunjukkan bahwa 50 % dari makanan dan minuman yang diuji tidak memenuhi persyaratan edar.

Kembali pada peserta penyuluhan, mereka banyak menanyakan tentang formalin dan boraks. Hal ini ditanggapi oleh pemateri dengan penjelasan yang lebih mendalam tentang formalin, dan boraks serta beberapa penjelasan pewarna tekstil yang disalahgunakan sebagai pewarna makanan. Formalin adalah nama dagang untuk formaldehida dalam air dengan kadar 36-40% (Winarno;1994). Formaldehida termasuk kelompok senyawa desinfektan kuat, dapat membasmi berbagai macam bakteri pembusuk, penyakit, serta cendawan atau kapang. Hal inilah yang umumnya diharapkan oleh para pedagang untuk memperlama usia simpan produk. Akan tetapi formalin juga mempunyai fungsi yang berkebalikan yaitu mampu mengeraskan jaringan tubuh sehingga lazim digunakan untuk pengawet mayat. Formalin dapat menyebabkan keracunan pada manusia apabila digunakan dalam bahan pangan.

Pemateri menghimbau kepada pedagang agar waspada terhadap formalin dan menghindari penyalahgunaannya. Memang formalin sangat menjanjikan efek yang sangat mengiurkan, formalin dapat mengawetkan tahu sampai dua minggu, akan tetapi efeknya sangat berbahaya bagi kesehatan. Untuk pengawetan tahu, alam sudah menyediakan solusinya yaitu menggunakan kunyit, kunyit secara terbatas mampu memberikan daya awet kepada tahu selain sebagai pewarna alami.

Senada dengan formalin, masyarakat juga sering menyalahgunakan bahan-bahan kimia berbahaya sebagai bahan tambahan pangan, lagi-lagi motifnya adalah ketidakpahaman akan efek dari bahan tersebut. Boraks misalnya, masyarakat umunnya mengenal boraks dalam sebutan pijer, air bleng, air ki yang berfungsi sebagai anti kempal. Banyak digunakan dalam pembuatan lontong, lempeng, dan mie, baik itu mie kering maupun mie basah. Alternatif dari boraks adalah STPP (Sodium Tri PolyPhosphat). Di akhir penyuluhan peserta diperlihatkan uji sederhana untuk melihat apakah suatu bahan pangan mengandung formalin maupun boraks. Pemerintah sebagai pemangku wewenang telah mengatur tentang penggunaan Bahan Tambahan Pangan ini melalui UU No 7/1996 pasal 10 ayat 1 yang berbunyi ”Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan barang apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan. Selain itu merujuk pada pasal 21 maka pangan yang tercemar termasuk diantaranya yang menggunakan bahan tambahan pangan yang dilarang maka tidak boleh diedarkan. Adapun ketentuan pidana dari penyalahgunaan bahan berbahaya tersebut adalah pidana paling lama 5 tahun dan denda atau denda paling banyak Rp600.000.00 dan akan lebih berat lagi jika penggunaan bahan tersebut sampai menimbulkan kerugian bagi kesehatan manusia dengan ditambah seperempat, dan jika sampai menimbulkan kematian maka ditambah sepertiga. Peraturan ini semata-mata adalah dalam rangka melindungi konsumen dan mengusahakan makanan yang aman dan berkualitas bagi masyarakat.

Materi lain yang disampaikan adalah tentang sanitasi dan persyaratan dan hygiene dari karyawan. Materi ini menitikberatkan bahwa pada proses bahan pangan mulai dari pasca panen, preprocessing, pengolahan dan penyajian harus mencukupi persyaratan. Di sini pedagang diberikan wawasan tentang bagaimana makanan itu bisa tercemar. Hal ini sedikit menunjutkan kekagetan pada para peserta karena persyaratan sanitasi terlihat begitu rumit. Apalagi yang menyangkut infrastruktur bangunan dan layout, ditambah lagi dengan seragam karyawan. Akan tetapi ketua DPPI (Departemen Peduli Pangan Indonesia) Salah satu Divisi HIMITEPA memberikan sebuah wawasan bahwasanya cuci tangan adalah hal termudah untuk pemenuhan itu, dan ada sebuah kepuasan dari wajah para peserta. Dan ada satu pengetahuan baru yang unik dari acara ini menurut versi saya yaitu tentang warna orange, ternyata lalat paling tidak menyukai warna orange, dan hal itu menjadi alasan kenapa banyak rumah makan bercat dinding cerah. Sungguh sebuah pngetahuan yang aku syukuri.

Acara diakhiri dengan foto-foto bersama antara mahsiswa Ilmu dan Tknologi Pangan IPB dan Para PEdagang Makanan dan Minuman sekitar kampus. Acara lau dilanjutkan dengan pembagian doorprize. Sungguh sebuah kepedulian intelektual dari SEAFAST dan HIMITEPA IPB.