.quickedit{display:none;}

Senin, 11 April 2011

'Bafosa' Babakan Food Center Harapan Baru Keamanan Pangan Babakan Raya

oleh:
Ary Kristanto
Ketua Forum Komunikasi Telisik Pangan Himitepa IPB


Tak pernah mati, adalah ungkapan yang dapat merepresentasikan kondisi BARA, jalanan menuju kampus IPB Darmaga, Bogor. Jalanan ini selalu penuh sesak dengan penjual makanan baik dari warteg, rumah makan padang, gerobak dorong, kali lima sampai jamu gendongan. Menurut kajian hasil survey bisnis dan kemitraan IPB (2008), terjadi perputaran uang lebih dari 700 juta rupiah tiap harinya. Perputaran uang tersebut didominasi oleh usaha kuliner baik pangan berat maupun pangan ringan.
Arus perputaran uang yang cepat dan tak pernah sepi pengunjung membuat banyak orang tergoda untuk mengais rezeki di jalanan Babakan Raya khususnya di bidang kuliner. Lambat laun usaha-usaha kuliner di bidang pangan bermunculan tak terkendali bagai jamur di awal musim penghujan. Tidak adanya kontrol yang kuat dan sistematis bagi perizinan pendirian usaha kuliner, menimbulkan risiko kesehatan dan keamanan pangan yang beredar di wilayah babakan dan sekitarnya.
Berkaca pada pengalaman masa lalu, di awal tahun 1990 terjadi ledakan penderita tiphus di Babakan Raya yang disebabkan oleh kontaminasi Salmonella. Korban mencapai puluhan mahasiswa dan menjadi kasus terkelam di lingkungan IPB. Usut punya usut ternyata salah satu pemicunya adalah kebersihan es batu yang tidak terjamin dan pencemaran air sumur yang digunakan untuk memasak makanan. Kasus serupa terjadi pada pertengahan 2010 lalu. Lima orang dalam satu kost terkena tiphus karena mengkonsumsi makanan di salah satu warung makan dekat kost-kostan. Salah satu korban berinisial Fj saat ditemui di RS Islam Bogor mengatakan setelah memakan nasi bungkus, perutya langsung sakit dan tubuhnya demam. Bahkan hampir setiap satu bulan penderita tiphus, diare, dan hepatitis tidak pernah absen. Semua peyakit tersebut disebabkan oleh makanan yang tidak terjamin kebersihannya.

Mencegah lebih baik daripada mengobati.
Ubah kondisi dengan aksi. Aksi nyata yang relevan untuk segera dilakukan adalah pencegahan merebaknya penyakit pangan di lingkar kampus (Babakan Raya). Aksi nyata tersebut tertuang dalam rancangan program bersama antara Divisi Mari Kita Peduli TELISIK PANGAN dan Departemen Peduli Pangan Indonesia DPPI Himitepa IPB yang bernama Bafosa (Babakan Food Center). Salah satu langkah awal yang akan ditempuh adalah pemetaan warung makan seluruh babakan dan kontrol kebersihan kantin dengan sistem level kualtitatif dimana level ini akan menjadi petunjuk bagi konsumen yang ingin mengunjungi tempat makan tersebut. Selain itu, akan dilakukan pelatihan kepada produsen pangan tentang sanitasi dan hygiene kantin yang standar menurut pemerintah dan akademisi. Uji periksa gratis kontaminasi produk pangan yang mengandung boraks, formalin dan pewarna tekstil rhodamin B juga akan dilayani di Bafosa.

Tentunya program Bafosa ini akan efektif jika didukung partisipasi dari masyarakat terutama mahasiswa yang banyak mencukupi kebutuhan konsumsinya di Babakan Raya. Caranya mudah, yaitu memberikan segala informasi yang jelas dan akurat jika ditemukan penyakit pangan dan secara jujur melaporkan kronologisnya. Setelah itu tim Bafosa akan menelusuri penyebabnya dan jika dirasa perlu, akan didampingi tim dari LPPM keamanan pangan IPB. Selain itu Bafosa juga akan memberikan grade kantin dengan tanda yang berbeda. Hal ini berdasarkan skor kantin tersebut terhadap kantin standar. Bukan dalam upaya mendiskreditkan kantin satu dengan kantin lainnya, tapi grade kantin ini akan menjadi satu alternatif yang adil bagi konsumen maupun produsen. Bagi konsumen, grade ini akan membantu mengetahui tingkat sanitasi kantin tersebut sedangkan bagi produsen grade ini dapat menjadi tolok ukur kebersihan kantinnya dan akan berusaha melakukan perbaikan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi konsumennya.

Bafosa adalah salah satu bentuk kontribusi HIMITEPA IPB dalam peranannya memelihara keamanan pangan di Babakan Raya Darmaga dengan Visi BARA BEBAS SALMONELLA dan penyakit pangan lainnya. Oleh sebab itu dukungan semua pihak sangat diharapkan untuk terwujudnya cita-cita mulia ini. Mari gulung baju untuk maju dan sama-sama mewujudkan keamanan pangan di lingkugan kampus tercinta untuk kesehatan yang lebih baik.

Minggu, 10 April 2011

MAGNUM primadona baru yang tersandung isu..E472..

oleh : Ary Kristianto
Kepala Divisi Ilmiah Nasional Ikatan Mahasiswa Muslim Peduli Pangan dan Gizi IMMPPG



Magnum…sensasinya timbulkan kemewahan dalam tiap gigitan, tagline salah satu merek es krim ternama di nusantara ini tengah tersandung isu. Popularitas Magnum sebagai produk unggulan es krim di Indonesia sangat dirasakan awal tahun 2011 ini. Akan tetapi ibarat pepatah, makin tinggi sebatang pohon makin kencang pula angin yang menerpanya. Baru enam bulan merebut hati konsumen, es krim Magnum diisukan mengandung babi.
Kesimpangsiuran adanya unsur babi dalam es krim Magnum dialamatkan pada tulisan E472. Masyarakat awam termakan isu bahwa kode E tersebut bermakna “mengandung babi” padahal sebenarnya kode E tersebut adalah kode untuk bahan tambahan atau aditif makanan yang telah dikaji oleh Uni Eropa. Kadang-kadang pada komposisi bahan di kemasan produk pangan tertentu hanya muncul dalam bentuk kode saja, yaitu kode E tersebut.
Sebenarnya kode E472 pada es krim Magnum adalah sebuah kode untuk menandai klasifikasi bahan pangan. Sekali lagi ditekankan bahwa E adalah kode untuk Europe artinya bahan tambahan pangan yang dikaji di Eropa. Sedangkan angka 4 adalah kode untuk kegunaan bahan tambahan tersebut yaitu untuk emulsifier, angka 7 adalah kode asal senyawa emulsifier tersebut dan angka 2 adalah nomor untuk menunjukkan asal asam lemak apakah dari hewan atau tumbuhan. Oleh karena itu, kode E472 tidak bisa diartikan “pasti mengandung babi” namun masih dimungkinkan mengandung babi. Hal tersebut karena E472 adalah kode untuk emulsifier yaitu salah satu bahan yang digunakan untuk pembuatan es krim yang memang ada kemungkinan mengandung babi. Perlu dipahami meskipun emulsifier terbuat dari asam lemak namun asam lemak tidak hanya terbuat dari lemak hewan khususnya babi melainkan juga dapat dibuat dari sumber lipid lain misalnya lemak tumbuhan minyak sawit.

Mungkin ada yang bertanya-tanya mengapa harus ada emulsifier dalam produk es krim. Emulsifier sangat penting dalam pembuatan tekstur es krim. Tanpa adanya emulsifier, lemak susu tidak dapat bercampur dengan air sehingga akan pecah dan secara sensori kurang diterima mutunya oleh sebagian besar konsumen. Karena fungsi yang sangat penting tersebut, orang-orang berusaha mencari produk emulsifier yang terbaik. Produk tersebut berasal dari asam lemak baik itu monogliserida, maupun digliserida. “Asal usul” asam lemak inilah yang menjadi titik kritis kehalalan suatu produk emulsifier. Oleh karena itu, proses auditing atau pemeriksaan pada ingridien ini menjadi sangat ketat. Ir. Lukmanul Hakim, M.Si Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) mengatakan bahwa benar pada kemasan produk magnum terdapat kode E472 yang berarti pengelmusi. Namun Emulsifier yang dipakai bukan berasal dari babi melainkan dari bahan lemak tumbuhan. Dengan alasan tersebut LPPOM MUI memberikan label halal pada Magnum Es krim (Hidayatullah.com).
Pada kasus es krim Magnum, sampai sekarang tidak terindikasi ditemukannya unsur babi. Tracebility atau kajian asal usul bahan emulsifier pada es krim Magnum dinyatakan terbebas dari unsur babi karena emulsifier yang digunakan pada produk magnum berasal dari asam lemak minyak sawit. Ribut Purwanti Humas PT Unilever yaitu perusahaan yang memproduksi es krim Magnum menyatakan bahwa emulsifier yang digunakan bersal dari lemak tumbuhan. Masyarakat tidak perlu khawatir karena berita yang beredar tidak benar dan tidak berdasarkan fakta. LPPOM MUI sebagai pihak yang sangat teliti mengaudit pangan yang beredar di Indonesia memberikan fatwa halal pada produk es krim Magnum. Pemberian label ini menjadi bukti yang cukup kuat akan kehalalan es krim Magnum (tribunmanado 2011).
Selain itu pernyataan tentang kehalalan produk es krim Magnum juga disampaikan oleh staf Pengajar Ilmu dan Teknologi Pangan IPB Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, DEA yang juga salah seorang auditor LPPOM MUI. Beliau mengatakan masyarakat tidak usah risau adanya berita-berita yang meresahkan terkait produk pangan halal. Jikalau ditemukan keganjilan dan adanya selebaran yang berbau diskriminatif pada produk yang telah berlabel halal resmi dari LPPOM, diharapkan masyarakat segera menghubungi sekretariat LPPOM MUI baik secara langsung maupun melalui telepon dan website. LPPOM adalah lembaga yang dapat dipercaya dan diandalkan. Oleh karena itu untuk kehati-hatian, diharapkan konsumen juga teliti dalam setiap akan membeli produk pangan. Apakah dalam kemasannya terdapat logo halal atau tidak. Jika dalam kemasan produk tersebut terdapat logo halal, maka masyarakat tidak perlu lagi ragu.

Intinya, kode E yang ada kemungkinan bersumber dari hewan, tidak otomatis berasal dari babi. Harus ada sekelompok ahli yang bisa memastikan bahwa bahan-bahan tersebut apakah halal atau haram. Aktivitas audit ini yang dilakukan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Jadi telah terang sekarang duduk persoalan menyoal kehalalan produk es krim Magnum ini. Asam lemak yang digunakan sebagai emulsifier yang tertulis E472 pada kemasan bukan berasal dari babi seperti isu yang beredar melainkan berasal dari minyak sawit yang halal asal dan wujudnya dan telah jelas kehalalan atas sertifikasi yang telah diturunkan LPOM MUI. Akhirnya ketenangan dalam tiap gigitannya dapat kita rasakan kembali. (ar/hc/immppg/11).



Sumber fakta
Hidayatullah.com. 2011. [online]. LLPOM, kode E472 tidak berarti babi. http://hidayatullah.com/read/15974/21/03/2011/lppom:-kode-e472-tidak-berarti-babi.html (diakses tanggal 02 April 2011).
Tribunmanado.com. 2011. [online]. Unilever Bantah Es Krim Magnum mengandung lemak babi. http://manado.tribunnews.com/2011/03/22/unilever-bantah-es-krim-magnum-mengandung-lemak-babi (diakses tanggal 02 April 2011).